bjb Kredit Kepemilikan Rumah
Helo Indonesia

Bandarlampung Banjir Itu Sejak Zaman Siti Nurbaya

Herman Batin Mangku - Opini
Kamis, 7 Maret 2024 15:32
    Bagikan  
Bandarlampung Banjir Itu Sejak Zaman Siti Nurbaya
Helo Lampung

Oleh Herman Batin Mangku*

KOTA Bandarlampung banjir itu sejak Zaman Siti Nurbaya ketika menjadi ketua Bappeda Lampung era Gubernur Poedjono Pranyoto (1988–1997). Kepada saya, dia merencanakan pembuatan sumur-sumur resapan di kawasan langganan banjir kala itu: Kota Telukbetung.

Alhamdullilah, hingga penghujung masa jabatan dua periode sebagai menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH), sumur resapannya tak pernah ada. Banjir jadi ritual tahunan yang semakin parah selinear sesaknya permukiman hingga merayap ke tebing kawasan resapan air kota ini. 

Ketika Eva Dwiana baru terpilih sebagai wali Kota Bandarlampung, saat nongkrong dengan Rachmat Husein DC, orang "dekat" keluarganya, bersama kawan-kawan lainnya, saya mengatakan jika ingin sukses memimpin kota ini fokus beresin banjir dan sampah.

Alhamdullilah lagi, saat kemarau lalu, Tempat Pembuangan Akhir (TPS) Bakung terbakar hebat berhari-hari. Alhamdullilah juga, ketika hujan deras barusan, banjir sedengkul hingga dada di lima kecamatan. Masih ada titik-titik banjir lainnya, tapi dianggap jamak.

Setidaknya, sudah empat wali kota -- Suharto (1995-2005), Edy Sutrisno (2005-2010), Herman HN (2010-2015 dan 2016-2021), dan penerusnya Eva Dwiana (2021 hingga kini) -- banjir jadi ritual musim hujan dan lupa ketika musim kemarau. Demikian pula sampah, musim kering kebakaran dan lupa ketika musim hujan.

Jika era Gubernur Poedjono Pranyoto, lewat Siti Nurbaya masih sempat berwacana membuat sumur resapan. Setelah itu, mungkin dianggap tupoksinya wali kota, ya, tak ada sama sekali kepedulian gubernur, nengok pun enggak. Istilah sekarang mah barangkali derita elu aja.

Begitu dari tahun ke tahun, dari pemimpin satu ke pemimpin lainnya, peralihan fungsi suatu kawasan yang mampu menyerap air (pervious) menjadi kawasan yang kedap air (impervious) mengakibatkan ketidakseimbangan hidrologi dan berpengaruh negatif pada kondisi daerah aliran sungai yang berlangsung dari tahun ke tahun.

Ketika banjir, penguasa datang seperti "hero" bawa sembako, bagi-bagi beras, bantu perbaikan rumah yang sompel, benerin tanggul jebol hingga gang-gang sempit di belakang permukiman. Tak salah, harus begitu, bantu musibah masyarakat, apalagi jelang pilkada.

Tapi, apakah akan begitu terus? Kita tunggu calon wali kota yang berani kampanye jika terpilih warga bebas banjir, kota bebas sampah hingga Teluk Lampung. Tapi janjinya bener, jangan jaya-jaya-jaya, beras langka dan semakin mahal. Banjir dan sampah belum teratasi, tenggelam pula awak dengan janji-janji, alamaaak.

* jurnalis



 - 

Tags