bjb Kredit Kepemilikan Rumah
Helo Indonesia

Pertanyaan buat DPRD: Kenapa RTRW Hutan Kota Kalian Ubah?

Herman Batin Mangku - Opini
Senin, 26 Februari 2024 09:47
    Bagikan  
Gunawan Handoko
Helo Lampung

Gunawan Handoko - (Foto Pribadi)

Oleh Gunawan Handoko*

DPRD Kota Bandarlampung sebagai bagian dari Pemerintah Daerah harus dapat menjelaskan ke publik terkait dengan alih fungsi hutan kota menjadi superblok. Patut di diduga dilakukannya revisi Peraturan Daerah (Perda) Kota Bandarlampung No. 10 Tahun 2011 merupakan upaya untuk memuluskan rencana pihak pengusaha yang akan membangun superblok. Konon, pihak pengusaha tersebut telah mengantongi hak guna bangunan (HGB).

Dalam Perda Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pada paragraf 4 pasal 48 sudah sangat jelas bahwa kecamatan Sukarame termasuk kawasan Hutan Kota yang ada di Bandarlampung, selain Telukbetung Barat, Panjang Telukbetung Utara, Tanjungkarang Timur dan Tanjungkarang Barat.

Dijelaskan dalam pasal tersebut bahwa Hutan Kota Wayhalim merupakan ruang terbuka hijau (RTH) publik yang harus dikembangkan pemanfaatan dan pengelolaannya. Pemerintah Kota Bandarlampung wajib untuk mempertahankan dan merevitalisasi RTH tersebut.

Kemudian RTRW tersebut dilakukan revisi dengan terbitnya Perda Nomor 4 Tahun 2021 dengan menghilangkan kawasan Hutan Kota di kecamatan Sukarame dengan alasan untuk pengembangan kota. Akibatnya RTH yang ada hanya tersisa sekitar 4%. Semua pihak paham bahwa RTH yang ada di Bandarlampung baru sekitar 11%, jauh dari ketentuan undang-undang yang mensyaratkan minimal 20%.

Alih-alih mencari lahan baru untuk memenuhi target tersebut, justru RTH yang sudah ada malah dihilangkan. Jika ditinjau dari perspektif UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah daerah sebagai daerah otonom.

Seharusnya menjadi momentum yang tepat bagi Pemerintah Kota Bandarlampung dalam penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup dan sumberdaya alam khususnya dalam rangka mempertahankan eksistensi RTH di lingkungan perkotaan.

Yang mestinya dilakukan oleh Pemkot Bandarlampung adalah menyediakan fasilitas sarana dan prasarana agar RTH tersebut bukan hanya berfungsi sebagai paru-paru kota, namun juga menjadi fasilitas publik. Semua setuju jika pembangunan di kota Bandar Lampung terus meningkat, tapi tetap berwawasan lingkungan.

Jangan sampai kota ini berubah menjadi hutan beton dan kaca. Kita semua berharap agar Pemerintah kota Bandarlampung bersama dengan Legislatif mengkaji ulang, jangan sampai memanfaatkan UU No. 25 Tahun 2000 tersebut untuk kepentingan yang lain dengan mengabaikan kebutuhan RTH.

Masalah penghilangan RTH bukan hanya masalahnya warga Way Halim dan Sukarame yang terdampak langsung akibat adanya penimbunan lahan, tapi sudah merupakan masalah bagi seluruh warga kota Bandar Lampung. Selain berfungsi sebagai paru-parunya kota, keberadaan RTH ini sekaligus dapat menjadi fasilitas publik atau public space.

RTRW yang disusun dengan biaya mahal harus menjadi pedoman dalam merencanakan program pembangunan. Jangan sampai dibalik, tata ruang berubah setiap waktu hanya untuk mengikuti selera pengusaha.

Pembangunan di kota ini harus manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat. Jika tidak diimbangi dengan penyediaan RTH sebagai public space, maka kehidupan penduduk kota hanya akan beredar dari satu shopping mal ke shopping centre yang lain.

Maka sebelum semua ini terjadi, perlu ada usaha yang kuat dari Walikota Bandar Lampung sebagai pengambil kebijakan, bersama-sama dengan masyarakat tentunya, untuk mengembalikan keseimbangan fungsi ruang publik yang semakin punah.

 *) Pengurus PUSKAP (Pusat Pengkajian Etika Politik dan Pemerintahan Provinsi Lampung


Tags