bjb Kredit Kepemilikan Rumah
Helo Indonesia

RTH Hutan Kota Wayhalim, Kejar Pajak, Abaikan Bijak

Herman Batin Mangku - Opini
Senin, 29 Januari 2024 18:31
    Bagikan  
Prof Sudjarwo (Foto Pribadi/Helo)
Prof Sudjarwo (Foto Pribadi/Helo)

Prof Sudjarwo (Foto Pribadi/Helo) - Prof Sudjarwo (Foto Pribadi/Helo)

Oleh Sudjarwo*

ENTAH sudah berapa kali digelar diskusi, tulisan dibentang, teriakan dikumandangkan, terutama oleh redaktur media online yang kita baca ini. Tak henti oleh waktu, tak gentar oleh keadaan; suara itu terus didengungkan agar Taman Hutan Kota Wayhalim selamat dari ancaman hutan beton.

Bahkan, penggiat lingkungan, wakil rakyat, pengamat, tokoh, dan organisasi masyarakat, semua sudah "turun gunung" berjuang mencegah alih fungsi ruang terbuka hijau (RTH) buat rakyat, paru-paru kota ini. Jangan mengejar pajak, tapi jauh dari bijak.

Namun apa lacur, seperti tulisan penulis di media ini beberapa waktu lalu, pemilik modal tetap berjaya; dipanggil tidak datang, didatangi tidak ada di tempat, alasan klasik, namun alat berat terus melibas lahan.

Redaktur media ini tampaknya mulai jengah melihat kelakuan yang eksostis dipertontonkan. Beliau tidak berhenti berteriak, walau itu di padang pasir; terakhir orang nomor satu di kota ini mulai buka suara. Namun lagi-lagi suara itu bagai nyanyi sunyi seorang ibu yang sedang meninabobokkan orok di atas ayunan.

Momen seperti sekarang memang menguntungkan si pengusaha, karena para penguasa sedang sibuk mempertahankan kursi untuk tidak berganti. Sementara birokrat hanya menunggu perintah dan hanya bisa mengatakan: Siap!

Entah apa maksud kata itu, namun dia senjata ampuh untuk lepas dari kuwajiban dan tanggungjawab, walau apakah itu menyelesaikan atau sekedar menunda waktu.

Kawasan hijau itu sekarang menjadi keringkerontang, angin bebas berhembus membawa debu menerpa pemukiman warga. Jangankan ada oksigen bersih, yang ada partikel halus menyesakkan nafas.

Solusi damai hanya dengan AMDAL LALIN, selebihnya kita harus terima keadaan. Pengusaha sudah keluar uang untuk hak guna bangunan (HGU) selama sekian puluh tahun, dan jika catatan itu tidak ada di tahun terakhir generasi kesekian dari kita tinggal mengalihkan jadi hak milik pada pengusaha.

Pengusaha sudah berhitung untuk tujuh turunannya agar tidak miskin, sementara kita sudah miskin sebelum lahir. Menjadi semakin lebih ironis lagi di daerah ini ada perguruan tinggi yang punya program studi lingkungan, namun entah masuk angin atau kena angin duduk, suaranya nyaris tak terdengar untuk sekedar memberikan pendapat ilmiah.

Padahal pendapatnya itu merupakan solusi yang tentu saja ditunggu oleh banyak orang karena diharapkan bebas dari kepentingan. Justru yang ada pendapat dua pendekar lingkungan, namun sayang lembaganya diam saja tanpa mau memberikan ruang pada sang ahli; sehingga diperoleh penyelesaian yang menyeluruh.

Terima kasih kepada Helo Indonesia Lampung yang tidak bosan-bosannya menyuarakan keresahan akan lingkungan. Anda berjalan sendiri di tengah sunyi, namun karena itu jalan pengabdian pada Ilahi yang telah dipilih, maka resiko apapun harus dihadapi. Termasuk diantaranya tidak disukai oleh pejabat negeri ini.

Pemilu semakin dekat, Taman Hutan Kota tetap dibabat, semua sudah merasa hebat, tinggal rakyat yang sekarat.

Tentu gurindam tanpa alur ini tidak disukai telinga yang tipis, karena terlalu menyakitkan buat didengar apalagi diresapi. Tidak salah jika masa lalu ada tokoh yang berkata “berhenti jadi rakyat”; jika diteruskan “mari rame-rame jadi pejabat”

Kita tinggal berharap tangan Tuhan untuk menyelesaikan persoalan ini; karena semua tampak sudah bisu dan tuli, yang ada hanya meratap itupun setengah hati. Pengusaha bisa mengatur Penguasa, jika ingin berkuasa maka dekatilah pengusaha.

Tesis ini pernah terbukti di negeri ini, entah sampai kapan dalil itu berlanjut, hanya Sang Pemilik Skenario Hidup Yang Maha Tahu.

Selamat Berjuang Helo Indonesia Lampung; walau lambain tanganmu kelihatan lemah, namun semangatmu tidak pernah padam. Obor sebagai suluh ada di tangan mu, semoga kepekatan gelap dapat kau tembus.
Salam Waras.

* Guru Besar Universitas Malahayati Lampung

 - 

Tags