Helo Indonesia

Pengamat: PPP Usung Ganjar Pranowo, Golkar Seperti Mendayung di Antara Dua Karang

Winoto Anung - Nasional
Sabtu, 29 April 2023 16:29
    Bagikan  
Prof Karim Suryadi, guru besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.
Prof Karim Suryadi, guru besar Universitas Pendidi

Prof Karim Suryadi, guru besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. - Prof Karim Suryadi, guru besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.

HELOINDONESIA.COM - PPP sudah menentukan pilihan mengusung Ganjar Pranowo sebagai capres (calon Presiden). Kondidi ini membuat anggota KIB yang belum menentukan tinggal dua, yakni Partai Golkar dan PAN. Menurut pakar politik Prof Karim Suryadi, kondisi Golkar saat ini seperti mendayung di antara dua karang.

Sebelum ke masalah itu, Prof Karim Suryadi menilai KIB seperti konfederasi yang sangat longgar atau sangat cair, menghargai pilihan masing-masing parpol anggota. Seperti yang dilakukan PPP memilih mengusung Ganjar Pranowo, ini sangat  

“Tadinya saya mengira KIB menjadi salah satu kekuatan yang ikut  kontestasi, tapi ternyata dari apa yang disampaikan  Pak Airlangga ternyata KIB ini seperti konfederasi yang sangat longgar, sangat cair , yang sangat menghormati keputusan internal masing-masing partai,” kata Prof Karim Suryadi.

Lantas, dia mencermati ucapan Airlangga Hartarto bahwa KIB akan membawa aspirasi masing-masing partai. Aspirasi PPP sudah terlihat, mendukung Ganjar Pranowo, dan dengan demikian menolak capres dari dalam KIB, salah satunya Airlangga.

“Dan itu terkonfirmasi ketika PPP mengambil jalan lain, jalan yang berbeda, artinya bukan saja menolak tawaran capres yang ada di dalam, tetapi jelas-jelas memilih jalan yang lain,” ucapnya.

Dia kemudian mengatakan, pergeseran itu sangat terbuka, kita bisa melihat ada perbedaan secara psikologis apa yang dialami Partai Golkar dengan PP dan PAN. PPP dengan ringannya mengusung Ganjar Pranowo, karena ketumnya tidak ditugasi sebagai capres.

“PPP dan PAN saya kira langkahnya ringan-ringan saja seringan PPP memutuskan untuk mengusung Ganjar. Demikian juga PAN, Karena apa? selain di daerah sayup-sayup sudah disebut-sebut capres-cawapres di luar yang ada di koalisi juga kedua Ketum ini kan tidak ditugasi partainya, baik Munas Rapim, untuk maju sebagai capres,” kata Prof Karim Suryadi.

Kondisi psikologis itu berbeda sama sekali dengan Partai Golkar. Kalau Ketum PPP dan Ketum PAN oleh partainya tidak ditugasi sebagai capres, ketum Golkar ditugasi menjadi capres, atau setidaknya cawapres. Kondisi itu membuat partai beringin dalam istilah Prof karim Suryadi, Partai Golkar seperti mendayung di antara dua karang.

“Ini berbeda dengan partai Golkar, ada penugasan dari partai. Sehingga menurut saya Partai Golkar semakin seperti mendayung di antara dua karang. Yang pertama dia akan memainkan tarikan dari Koalisi yang dibangun Grinda dan PKB, yang kedua memainkan tarikan yang dibangun PDIP,” tegasnya.

Hanya masalahnya saya melihat, secara historis kedekatan Golkar dengan Gerindra itu jauh lebih baik. sebab Saya melihat sejarah kekerabatan Gerindra itu kan Golkar.

Soal kondisi ini,  yang akan menjadi kuncinya adalah bagaimana komunikasi yang dilakukan Presiden Jokowi dalam menghela lokomotif koalisi pendukung pemerintah. “Meskipun ini sesuatu yang baru,dan agak menabrak kepala saya, sebab baru kali ini Presiden terang-terangan turun di dalam kontestasi politik ini yang begitu vulgar ini,” kata Prof Karim Suryadi.

Peran Presiden Jokowi itu, lanjutnya, juga memberikan penanda bahwa ketika petahana tidak ada di 2024 tetapi bayang-bayang petahan sangat nampak.

Dia yakin hal itu  akan sangat menjadi bahan pertimbangan bagi PAN, PPP dan Golkar, meskipun koita tahu PPP sudah ambil langkah, PAN saya lihat sudah ambil amcamg-ancang dan arahnya tidak akan jauh berbeda dengan PPP, karena suara-suara di daerah juga nyaring untuk capresnya, meskipun pada level cawapres berbeda. 

Tinggal Golkar apakah akan ke koalisi Gerindra dan PKB atau Ganjar. “Melihat sejarah, peluang cawapres akan menentukan itu, saya lihat ke Gerindra peluang cawapres ada,” ujar  Prof Karim Suryadi. (*)

(A Winoto)