Anggota DPRD HST Baru Dilantik, Terjerat Kasus Dugaan Korupsi dan Ditahan Dinilai Banyak Kejanggalan

Senin, 9 September 2024 07:53
Kuasa Hukum MS menilai ada kejanggalan dalam peroses penetapan tersangka yang dilakukan penyidik Kejati Kalsel terhadap kliennya. Foto: Istimewa Dugaan Penipuan

HELOINDONESIA.COM - Anggota DPRD Hulu Sungai Selatan Kalsel dari Partai Demokrat berinisial MS (28) ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi. Mirisnya, MS baru saja dilantik sebagai anggota dewan tanggal 12 Agustus 2024 lalu. 

MS ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan oleh Tim Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan (Kalsel) pada Jumat, 30 Agustus lalu.

MS resmi menjadi tahanan setelah menjalani pemeriksaan sebagai saksi terkait dugaan korupsi dalam kegiatan kader sosial di salah satu dinas pada Tahun Anggaran 2022.

Penyidik menjerat MS dengan Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagai pasal primair.

Selain itu, MS juga dijerat dengan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP sebagai pasal subsidair.

Penetapan tersangka ini mendapat tanggapan dari penasihat hukum MS, Zainal Abidin, yang mengungkapkan adanya kejanggalan dalam proses penetapan tersangka sekaligus penahanan terhadap kliennya.

Menurut Zainal, MS awalnya dipanggil sebagai saksi oleh pihak Pidsus Kejati Kalsel. Namun, di hari yang sama, MS langsung ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.

"Ini yang menurut kami janggal. Klien kami diperiksa pada tanggal 30 Agustus, kemudian langsung ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan pada hari yang sama. Kami mempertanyakan apakah prosedur ini sudah sesuai," ujar Zainal kepada awak media, Sabtu (7/9) siang.

Lebih lanjut, Zainal menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari kegiatan kader sosial yang diselenggarakan oleh Dinas Sosial Kabupaten Hulu Sungai Tengah pada April 2022. MS saat itu diminta oleh Kepala Dinas Sosial (Kadinsos) Kabupaten HST untuk mencari kader sosial.

"Klien kami, MS, berhasil mengumpulkan 676 kader yang digaji sebesar Rp150 ribu per bulan selama tiga bulan. Dinas Sosial kemudian menyerahkan uang sekitar Rp300 juta kepada MS untuk membayar para kader tersebut," jelas Zainal.

Setelah menyelesaikan tugasnya, MS melakukan pembayaran kepada para kader. Namun, ia tidak mengenal mereka secara langsung, karena banyak kader yang datang setiap hari untuk menandatangani penerimaan upah.

Zainal menambahkan bahwa terdapat kesalahan administrasi dalam penandatanganan dokumen, yang kemudian diubah oleh pihak Dinas Sosial setelah dilakukan audit oleh Inspektorat.

Pada Februari 2023, merasa bahwa masalah ini menjadi sorotan, pihak Dinas Sosial dan MS sepakat untuk menyelesaikan masalah secara internal dengan mengembalikan uang yang telah dikeluarkan menggunakan dana pribadi.

"Uang tersebut telah dikembalikan ke kas daerah untuk menghindari kerugian negara," papar Zainal.

Namun, pada Agustus 2024, kasus ini kembali diusut oleh Kejati Kalsel. MS kemudian dipanggil sebagai saksi, sebelum akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.

Zainal menegaskan bahwa kliennya merasa keberatan dengan penetapan sebagai tersangka karena uang tersebut sudah dikembalikan. "Jadi, di mana kerugian negara, sementara uangnya sudah dikembalikan?" tegasnya.

Lebih lanjut, Zainal juga menegaskan bahwa MS bukanlah pegawai negeri, dan perkara utama dalam kasus ini masih dalam tahap pemeriksaan.

"Kami akan menempuh jalur hukum yang tersedia, termasuk mengajukan pra-peradilan untuk membela hak-hak klien kami," ujar Zainal.

Sementara itu, rekan penasihat hukum MS, Adde Pramana Putra, menyatakan bahwa pihaknya menghormati tindakan pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh Kejati Kalsel. Namun, ia mengingatkan agar tetap memperhatikan aspek kepastian hukum, kemanfaatan hukum, dan keadilan hukum.

"Uang yang telah disita oleh kejaksaan sebenarnya sudah dikembalikan ke kas daerah pada 2023. Jadi, mengapa uang yang sudah menjadi milik negara justru dijadikan barang bukti?" tanya Adde.

Adde juga menjelaskan bahwa pihaknya sudah berupaya menyelesaikan masalah ini secara internal melalui pendekatan restorative justice, sesuai dengan edaran dari Jaksa Agung Republik Indonesia, saat MS masih belum menjabat sebagai anggota dewan.

Sementara itu, Ketua DPC Partai Demokrat Hulu Sungai Tengah, Rifki Rifani, menyatakan bahwa partai akan memberikan dukungan hukum penuh kepada anggotanya sebagai bentuk kepedulian.

Rifki berharap agar kasus ini tidak dikaitkan dengan ranah politik, karena menurutnya, kasus ini merupakan masalah pribadi MS.

"Ini bukan kasus politik. MS baru menjabat sebagai anggota dewan selama 14 hari sejak dilantik," pungkas Rifki.

Berita Terkini