Kejati Sumsel dan PTPN I Reg 7 Jalin Kemitraan Strategis

Jumat, 9 Agustus 2024 08:11
PTPN I Regional 7 dan Kejati Sumsel (Foto Rls) Helo Lampung

LAMPUNG, HELOINDONESIA COM -- Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan menanda tangani Naskah Kerja Sama Pendampingan Hukum dengan PTPN I Regional 7 di Palembang, Kamis (7/8/2024).

Melalui kesepakatan ini, Kejati Sumsel sebagai pengacara negara akan menjadi garda terdepan dalam pengamanan aset, perlindungan hukum, dan sistem peringatan dini untuk memastikan proses bisnis di PTPN I Regional 7 berjalan dengan baik, aman, nyaman, dan lancar.

Pernyataan ini disampaikan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumsel Yulianto saat menyampaikan sambutan pada acara penanda tanganan naskah kerja sama.

Yulianto meminta kedua belak pihak untuk melaksanakan setiap pasal sebagaimana yang disepakati dengan implementasi yang tepat, terukur, dan memenuhi kaidah kepastian hukum.

Naskah kerja sama ditanda tangani Region Head (RH) PTPN I Regional 7 Tuhu Bangun dan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumsel Yulianto. Para pejabat yang hadir dari PTPN antara lain SEVP Bussines Support Bambang Agustian, Kepala Bagian Pengadaan Agus Paroni, dan beberapa staf. Sedangkan dari Kejati Sumsel hadir Asisten Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Rachmat Vidianto, dan beberapa pejabat utama lainnya.

Seremonial sederhana diawali dengan pemutaran vidoe dokumentasi PTPN I Regional 7 yang menayangkan profil, kinerja, dan bagaimana kiprah para pekerja dari manajemen hingga lini. Beberapa scene menampilkan aktivitas pekerja sadap karet, pemetik teh, penebang tebu, dan pekerjaan kasar lainnya terasa menguras sisi kemanusiaan.

RH Tuhu Bangun dan Kajati Yulianto tampak menahan luh yang hampir tumpah hingga mata berkaca-kaca. Betapa mereka berjasa mengumpulkan tetes demi tetes getah karet dari jam satu malam, lembar demi lembar daun teh, ruas-ruas batang tebu untuk mengais rezeki dari perkebunan milik negara ini.

Sebagaimana yang dilakukan dengan Kejati Lampung, kerja sama dengan Kejati Sumsel juga terdiri dari empat aspek. Yakni, pendampingan hukum dan perlindungan, pencegahan korupsi, penyelesaian masalah jika terjadi perkara perdata dan tata usaha negara, dan sosialisasi hukum dan peraturan lainnya.

Pada kesempatan itu Kajati Yulianto menegaskan, kerja sama ini tidak berhenti sampai dokumen naskah saja.

Dia meminta, dengan perjanjian ini semu alemen dari PTPN I Regional 7 untuk tidak segan-segan meminta pendapat hukum, pendampingan, dan perlindungan hukum ketika menghadapi masalah hukum, terutama bidang perdata dan tata usaha negara.

“Kami minta MoU ini tidak berhenti pada naskah saja. Harus diimplementasikan sehingga semua proses bisnis di PTPN I Regional 7 berjalan dengan nyaman. Sebab, Kejaksaan sebagai lembaga negara berada satu barisan dengan lembaga negara lainnya, termasuk BUMN, Pemda, dan lainnya. Jadi, menjadi kewajiban kita untuk mengamankan dan menyelematkan aset negara,” kata Kajati bergelar Doktor ini.

Peraih Penghargaan Kepala Kejaksaan Tinggi Terbaik Nasional tahun 2022 saat menjabat Kajati Nusa Tenggara Barat ini menyampaikan apresiasi kepada PTPN I Regional 7 atas prakarsa membuat kerja sama ini. Yuli mengatakan, penegakan hukum di seluruh elemen dan lapisan masyarakat adalah jalan terbaik dalam menciptakan kesejahteraan rakyat.

“Jangan sampai aset negara, seperti yang diamanatkan pengelolaannya kepada PTPN I Regional 7 jatuh ke tangan orang yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, saya menugaskan kepada Asdatun (Asisten Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara) untuk mengawal dan mendampingi PTPN dalam mengamankan dan menyelamatkan aset,” kata dia.

Menanggapi komitmen itu, Region Head PTPN I Regional 7 Tuhu Bangun menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada Kejati Sumsel. Ia mengaku sangat prihatin dengan banyaknya oknum yang mengganggu dan ingin menguasai aset, terutama lahan milik PTPN I Regional 7 secara ilegal. Ia berharap kerja sama dengan Kejati Sumsel menjadi instrumen yang kuat dalam rangka mengamankan dan menyelamatkan aset negara.

Mengutip sejarah, Region Head yang juga aktivis Federasi Serikat Pekerja Perkebunan Nusantara (FSP-BUN) Nasional itu meyakinkan bahwa aset lahan yang saat ini dikelola PTPN sangat jelas. Sebagian besar, kata dia, lahan PTPN diperoleh dari proses nasionalisasi aset-aset perusahaan eks. Belanda pada tahun 1958.

Pria kelahiran Medan yang sudah malang melintang di PTPN ini mengaku sangat kecewa dengan berbagai insiden penyerobotan lahan milik negara ini. Sebab, ribuan bahkan jutaan rakyat yang menjadi pekerja di PTPN menggantungkan hidupnya dari keberadaan lahan.

“Saya sudah sering melihat bagaimana penderes karet itu jam satu malam sudah nyadap. Subuh dia pungut. Juga pemetik teh dan penebang tebu. Mereka lakukan mengais rezeki untuk keluarga. Zalim bagi kita kalau membiarkan lahan tempat mereka mencari makan itu diserobot mafia tanah. Maka, kami bertekat untuk mempertahankan aset negara ini,” kata dia.

Tuhu Bangun juga mengutip mandat pemerintah kepada PTPN dengan sebutan Tri Darma Perkebunan. Ia menyebut, kehadiran PTPN di seluruh pelosok negeri bermuara kepada kesejahteraan rakyat, pemerataan hasil-hasil pembangunan, terbukanya isolasi daerah, dan penyediaan lapangan pekerjaan.

“PTPN ini misinya sangat jelas, yang kita kenal dengan istilah Tri Darma Perkebunan. Yakni, Perkebunan sebagai penghasil devisa negara; Perkebunan sebagai lapangan kerja untuk masyarakat; dan Perkebunan harus memelihara kesuburan dan pengawetan tanah,” kata dia.

Lebih lanjut Tuhu Bangun mengatakan, untuk menjaga aset, menjaga stabilitas usaha, dan meningkatkan kinerja perusahaan, pihaknya terus menjalin kerja sama dengan stakeholder. Antara lain dengan Aparat Penegak Hukum, Kejaksaan, Pemerintah Daerah, hingga elemen-elemen teknis di lini lapangan.

Ia mengakui, perusahaan perkebunan seperti PTPN memiliki tingkat kerawanan yang lebih tinggi dibanding korporasi lain. Beberapa penyebab kerawanan itu antara lain karena aset terbuka, produksinya laku di pasar luar, padat karya, dan produknya memiliki kesamaan dengan kebun milik masyarakat.

“Butuh instrumen yang kuat untuk bisa menciptakan situasi dan proses bisnis yang stabil. Kami tidak mungkin memagar kebun yang begitu luas. Kami juga melibatkan banyak sekali tenaga kerja. Itulah mengapa proses bisnis yang kondusif harus diciptakan dengan kesadaran semua pihak. Salah satunya dengan penegakan hukum yang kuat,” kata dia. (Rls/Andi F) 

 - 

Berita Terkini

Demokrat Rekom Mirza-Jihan

Politik • 2 jam 23 menit lalu