bjb Kredit Kepemilikan Rumah
Helo Indonesia

Terseret Kasus Dana Hibah Jawa Timur, Mendes PDTT Diperiksa KPK

Aris Mohpian Pumuka - Nasional -> Hukum & Kriminal
Kamis, 22 Agustus 2024 22:08
    Bagikan  
Abdul Halim Iskandar
Ist.

Abdul Halim Iskandar - Mendes PDTT diperiksa KPK dalam perkara korupsi dana hibah Pemprov Jawa Timur.

JAKARTA, HELOINDONESIA.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis (22/8/2024), memeriksa Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar sebagai saksi dalam penyidikan dugaan korupsi suap pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat dari APBD Provinsi Jawa Timur tahun anggaran 2019–2022.

“Ya, itu kalau di surat panggilannya terkait dengan masalah Jawa Timur,” kata Halim kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK di Jakarta, pada Kamis (22/8/2024).

Halim tiba di Gedung Merah Putih KPK pada pukul 09.52 WIB tanpa didampingi kuasa hukumnya. Ia mengaku tidak ada persiapan khusus soal pemeriksaan tersebut dan akan menjawab pertanyaan sesuai dengan apa yang diketahuinya.

“Enggak ada (persiapan) ya, apa pun yang ditanya, saya jawab nanti sesuai dengan apa yang ada,” tuturnya.

Baca juga: Kejari Sukadana Beri Penerangan Hukum Bagi Guru Madrasah Ibtidakyah.

Sebelumnya, tim penyidik KPK pada Jumat, 12 Juli 2024, mengumumkan telah menetapkan 21 orang tersangka dalam pengembangan penyidikan kasus dugaan korupsi suap pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Provinsi Jawa Timur pada tahun anggaran 2019–2022.

“Mengenai nama tersangka dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para tersangka akan disampaikan pada waktunya bilamana penyidikan dianggap cukup,” ujar juru bicara KPK Tessa.

Jubir sekaligus penyidik KPK itu menerangkan, bahwa penetapan tersangka tersebut berdasarkan surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) yang diterbitkan pada tanggal 5 Juli 2024.

“Penyidikan perkara ini merupakan pengembangan dari perkara OTT (operasi tangkap tangan) yang dilakukan terhadap STPS (Sahat Tua P. Simanjuntak) yang merupakan Wakil Ketua DPRD Provinsi Jatim dan kawan-kawan oleh KPK pada bulan September 2022,” ucap Tessa.

Baca juga: Partai Nonparlemen Usung Sendiri Cawakot Balam dan Cabup Lampura

Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya memvonis Wakil Ketua DPRD Jatim nonaktif Sahat Tua P. Simanjuntak hukuman 9 tahun penjara dalam kasus korupsi hibah pokok pikiran (pokir) DPRD Provinsi Jatim pada tahun anggaran 2021.

“Menjatuhkan hukuman penjara selama 9 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar subsider hukuman selama 6 bulan penjara,” kata Hakim Ketua I Dewa Suardhita, Selasa (26/9/2023).

Selain itu, hakim juga mewajibkan terdakwa Sahat membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp39,5 miliar selambat-lambatnya satu bulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap. Jika tidak bisa membayar uang pengganti, harta miliknya disita oleh negara dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.

Jika tidak sanggup membayar diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun,” ucap Suardhita.

Baca juga: Polres Kendal Gelar Simulasi, Antisipasi Kerawanan saat Pilkada

Hakim menilai terdakwa Sahat melanggar Pasal 12 a juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Hakim juga mempertimbangkan hal yang memberatkan terdakwa yakni tidak mendukung pemerintah dalam pemerintahan bersih dari korupsi dan memberantas tindak pidana korupsi serta terdakwa belum mengembalikan uang yang dikorupsi.

“Hal yang meringankan terdakwa tidak pernah dihukum sebelumnya dan mempunyai tanggungan keluarga yang harus dinafkahi,” tutur hakim I Dewa Suardhita.

Majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa dicabutnya hak politik Sahat Tua P. Simanjuntak, yakni dilarang untuk menduduki dalam jabatan publik selama 4 tahun terhitung sejak terpidana selesai menjalani masa pemidanaan.

Baca juga: Kemenparekraf Raih Penghargaan Sebagai Anggota JDIHN Terbaik Tahun 2024

Jaksa penuntut umum (JPU) dari KPK Arif Suhermanto menerima vonis itu meskipun lebih rendah dari tuntutan.

“Kami merasa putusan yang dijatuhkan hakim ini memenuhi rasa keadilan di masyarakat, jadi kami memutuskan untuk menerima putusan yang mulia,” ucap Arif.

Sahat Tua Simanjuntak terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada bulan Desember 2022. Sahat bersama anak buahnya, Rusdi dan Muhammad Chozin (almarhum), menerima suap dari Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi alias Eeng.

Suap itu diterima Sahat sebagai imbalan memuluskan pencairan dana hibah kelompok masyarakat (pokmas). Sepanjang tahun 2020 hingga 2023, sekitar Rp200 miliar dana hibah yang berhasil dicairkan oleh Sahat.

Baca juga: Penolakan Baleg DPR RI Terhadap Putusan MK Merusak Demokrasi

Sementara itu, Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi kini sudah divonis 2,5 tahun penjara. Keduanya mendapat vonis yang cukup ringan karena statusnya sebagai justice collaborator.