bjb Kredit Kepemilikan Rumah
Helo Indonesia

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Terapkan Keadilan Restoratif pada Kasus Pencurian di Gorontalo

Selasa, 20 Agustus 2024 15:44
    Bagikan  
RJ-
Ist

RJ- - Persetujuan atas 14 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan mekanisme keadilan restoratif. 

HELOINDONESIA.COM - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin sidang ekpose yang menghasilkan persetujuan atas 14 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan mekanisme keadilan restoratif. 

Salah satu kasus yang disetujui untuk diselesaikan dengan pendekatan ini adalah perkara pencurian handphone di Kabupaten Gorontalo.

Kasus ini melibatkan tersangka Andriyanto Hulalango alias Mikas, yang dituduh melanggar Pasal 362 KUHP tentang pencurian. Insiden tersebut terjadi pada 4 Juni 2024 di ruang aula kampus IAIN Desa Pone, Kecamatan Limboto Barat, Kabupaten Gorontalo. Korban, Alfarizi Saputra Monoarfa, kehilangan handphone setelah meninggalkannya di kursi saat mengikuti lomba debat.


Setelah menerima laporan, pihak kepolisian berhasil mengidentifikasi dan menangkap Andriyanto Hulalango sebagai pelaku. 

Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Gorontalo, Muhammad Iqbal, S.H., M.H., bersama tim jaksa fasilitator, kemudian mengusulkan penyelesaian kasus ini melalui mekanisme keadilan restoratif.

Dalam proses mediasi, tersangka mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada korban. Korban menerima permintaan maaf tersebut dan meminta agar proses hukum dihentikan. Tersangka juga telah mengganti kerugian korban senilai Rp2.899.000.


Setelah tercapai kesepakatan damai, Kepala Kejaksaan Negeri Gorontalo mengajukan permohonan penghentian penuntutan kepada Plt. Kepala Kejaksaan Tinggi Gorontalo, Sofyan S., S.H., M.H. Permohonan ini kemudian disetujui oleh JAM-Pidum dalam sidang ekpose pada 20 Agustus 2024.

"Selain kasus ini, JAM-Pidum juga menyetujui 13 permohonan lainnya yang melibatkan berbagai tindak pidana, seperti kekerasan dalam rumah tangga, penganiayaan, penipuan, dan penggelapan," keterangan tertulis Kapuspenkum Kejagung, Dr. Harli Siregar, Selasa (20/8/24).

Alasan utama di balik penghentian penuntutan adalah telah adanya perdamaian antara tersangka dan korban, serta fakta bahwa para tersangka belum pernah dihukum sebelumnya.


Langkah ini diambil sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022, sebagai upaya untuk mewujudkan kepastian hukum yang berkeadilan.

Kejaksaan diinstruksikan untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) sesuai dengan mekanisme ini.