Helo Indonesia

Putusan PN Jakpus Minta Tunda Pemilu, Pengamat Hukum Sebut Janggal dan Aneh, Tak Layak Dipatuhi

Jumat, 3 Maret 2023 11:12
    Bagikan  
Putusan PN Jakpus Minta Tunda Pemilu, Pengamat Hukum Sebut Janggal dan Aneh, Tak Layak Dipatuhi

Gedung Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. (foto: ist)

JAKARTA, HELOINDONESIA.COM - Putusan hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat membuat geger nasional. Pasalnya, putusan PN Jakpus meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda tahapan Pemilu 2024. Pengamat hukum pun menilai, putusan ini janggal dan aneh. 

Keputusan PN Jakpus yang menyatakan meminta KPU menunda Pemilu 2024 ini batal demi hukum dan tidak layak dipatuhi.

Putusan PN Jakpus ini keluar terkait gugatan perdata Partai Rakyat Adil dan Makmur (PRIMA) terhadap KPU. Dalam hal ini PN Jakpus mengabulkan seluruh gugatan Partai PRIMA.

?Bagi saya ini harus dianggap tidak ada yang, karena bukan yuridiksi dan bukan kewenangannya, sehingga tidak layak dipatuhi,? kata pengamat hukum tata negara Feri Amsyari, yang juga dosen FH Universitas Andalas, Padang.

Dijelaskannya, soal penundaan Pemilu itu bukan yuridikasi PN Jakpus. Selain itu di konstitusi UUD 1945 pasal 22E ayat (1) sudah menentukan bahwa penyelenggaraan Pemilu itu 5 tahun sekali. ?Ini azas penyelenggaraan Pemilu sekaligus ketentuan konstitusi. Tidak boleh hakim mana pun menentang ketentuan konstitusi itu,? kata Feri Amsyari.

Ia juga menjelaskan, di UU Pemilu tidak dikenal penundaan, yang dikenal Pemilu Susulan dan Pemilu Lanjutan. Itu artinya Pemilu harus tetap digelar. 

?Kecuali daerah tertentu yang muncul hal tidak diketahui sebelumnya, seperti bencana. Pemilu ditunda kalau kiamat. Dan Partai PRIMA saya kira bukan pembawa kiamat,? ungkapnya.

KPU berhak mengajukan banding, dan kini sedang melakukan upaya banging itu. Namun, di sisi lain, Feri Amsyari menyatakan, ada hal yang mencurigakan, ada upaya-upaya untuk penundaan Pemilu.

Menurut dia, kalau ini dianggap putusan, lalu orang berpikir harus dilaksanakan, maka setiap PN dimana pun berhak memutuskan penundaan Pemilu yang sifatnya nasional. ?Jadi ini tidak benar, ada PN memutuskan yang sifatnya nasional. 

Seharusnya, logikanya, kalau ini yang sangat penting, maka perkara ditaruh di yuridiksi peradilan yang lebih tinggi, di tingkat nasional MK atau MA. Bahkan MK dan MA saja tidak bisa menentukan penundaan Pemilu,? katanya. ?Menurut saya, putusan ini janggal dan aneh. Ini putusan batal demi hokum, batal dengan sendirinya.?

Menurutnya, KPU jalankan saja tahapan Pemilu, bukan putusan itu tidak layak dijalankan. Putusan ini jangan dianggap rame-rame. ?Karena mengadili bukan yudiriksinya, bukan wewenanganya, putusan yang tidak ada gunanya,? kata dia.

Gugatan Partai PRIMA

Sebelumnya, hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memberikan putusan meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda tahapan Pemilu 2024. Ini terkait putusan PN Jakarta Pusat yang mengabulkan seluruh gugatan perdata Partai PRIMA terhadap KPU.

"Mengadili, menghukum tergugat [KPU] untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini dibacakan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang dua tahun empat bulan tujuh hari," begitu amar putusan PN Jakpus tersebut.

PN Jakpus melahirkan putusan itu berawal dari Partai PRIMA yang melakukan gugatan karena merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu.

Sebab, akibat verifikasi KPU tersebut, Partai PRIMA dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.

Partai PRIMA dalam gugatannya menyatakan, setelah mencermati jenis dokumen yang sebelumnya dinyatakan TMS, ternyata juga dinyatakan Memenuhi Syarat (MS) oleh KPU dan hanya ditemukan sebagian kecil permasalahan.

Oleh karena itu, Partai PRIMA menyebut KPU tidak teliti dalam melakukan verifikasi yang menyebabkan keanggotaannya dinyatakan TMS di 22 provinsi. (win)