Helo Indonesia

Peneliti BRIN AP Hasanuddin Ancam Warga Muhammadiyah, Komisi VIII: Puncak Intelektualitas Bukan untuk Menyerang

Rabu, 26 April 2023 14:11
    Bagikan  
Peneliti BRIN AP Hasanuddin Ancam Warga Muhammadiyah, Komisi VIII: Puncak Intelektualitas Bukan untuk Menyerang

Gedung BRIN di Jakarta.

JAKARTA, HELOINDONESIA.COM ? Kasus dugaan ancaman peneliti BRIN AP Hasanuddin terhadap warga Muhammadiyah terus prhatian publik. Hari ini peneliti BRIN AP Hasanuddin disidang etik di institusinya, BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional).

Kasus peneliti BRIN mengancam warga Muhammadiyah itu pun mendapat perhatian Ketua Komisi VIII DPR  Ashabul Kahfi. Dia mengutuk komentar yang dilontarkan peneliti BRIN di sosial media terkait ancaman kepada warga Muhammadiyah soal perbedaan penetapan Idul Fitri 1444 Hijriah. 

Menurut Ashabul, kepakaran seseorang dalam sebuah bidang ilmu, termasuk ilmu astronomi, harus diaplikasikan dalam koridor kearifan dan kebijaksanaan.  Menurutnya, puncak intelektualitas bukan untuk menyerang atau mencaci mereka yang berbeda.

"Puncak intelektualitas bukan pada kemampuan untuk mencaci dan menyerang mereka yang berbeda dengan kita. Namun, bagaimana menerima perbedaan dari sebuah proses ijtihad dalam koridor keilmuan yang ilmiah berdasarkan dalil-dalil yang teruji kebenarannya," jelas Ashabul, Selasa 25 April.

Politisi PAN ini meminta peneliti BRIN yang melontarkan komentar ancaman kepada warga Muhammadiyah itu menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada publik. 

"Meminta yang bersangkutan untuk menyampaikan permohonan maaf secara terbuka dan berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan yang sama dengan meningkatkan kapasitas intelektualitasnya dengan akhlak kearifan dan kebijaksanaan," kata Ashabul.

Ashabul menilai sikap oknum Peneliti Astronomi BRIN dengan inisial AP Hasanuddin itu mendegradasi keilmuan dan merupakan bentuk ujaran kebencian.

"Sebagai Ketua Komisi VIII DPR RI yang membidangi agama dan sosial, saya sangat mengutuk atas setiap sikap dan tindakan atas nama intelektualitas yang mendegradasi satu kebenaran lain sebagai produk dari sebuah metode ilmu yang diakui dengan ujaran kebencian, yang dapat merusak tatanan sosial keagamaan dan kemasyarakatan," kata Ashabul .

Menurut dia, penentuan awal Ramadhan dan bulan Syawal dapat dilakukan dengan dua metode, yakni hisab dan rukyat. Metode itu pun telah mendapatkan legitimasi kuat dalam agama. Sebagai metode yang diakui, tambahnya, maka apa pun produk dan hasil dari kedua metode tersebut merupakan kebenaran dalam tataran ijtihadi.

"Implementasinya akan kembali pada keyakinan yang masing-masing tanpa mendegradasi atau menihilkan pendapat yang lain," kata Politisi Fraksi PAN itu.

Berkaca pada kasus tersebut, dia pun mengajak elemen masyarakat untuk senantiasa menjaga kerukunan dan menghindari ujaran yang menyinggung suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) di tengah tahun politik menjelang Pemilu 2024.

"Dalam suasana tahun politik, saya mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menjaga ketenangan dan ketenteraman sosial masyarakat dengan menghindari ucapan-ucapan kebencian khususnya dalam isu SARA," katanya. (*)

(A Winoto)