HELOINDONESIA.COM - SPA atau wellness atau kebugaran itu sendiri pada dasarnya merupakan tradisi yang diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang kita dan mereka praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, kita tidak sadar bahwa tradisi dan budaya tersebut adalah spa atau wellness.
"Dikutip dari Yoyo R. Tambera, secara sederhana, spa adalah keseimbangan dan harmoni bagi body, mind and soul," kata Antropolog dari Universitas Padjadjaran, Ira Indrawardana pada Sabtu (8/9/2023).
Diungkapkan Ira, kebugaran dalam perspektif budaya Sunda lama tertuang dalam beberapa naskah Sunda Kuna, di antaranya:
Baca juga: Rawan Ambruk, Kepsek dan Guru SDN 3 Labuhan Ratu 1 Ngungsi Setiap Hujan
- Naskah Sunda Kuno Carita Raden Jaya Keling (Kropak 407)
- Naskah Sunda Kuno Pitutur Ning Jalma (Kropak 610)
- Naskah Dalem Pancaniti (1834-1862)
- Naskah Sunda Kuna Sanghyang Sasana Maha Guru (Kropak 621)
Kedua naskah Sunda kuno Carita Raden Jaya Keling (Kropak 407) dan Pitutur Ning Jalma (Kropak 610) memiliki persamaan isi, yakni menerangkan bahwa baik perempuan maupun laki-laki dalam menjaga kebugaran atau kesehatan tubuhnya harus melalui proses “mengenal akan diri pribadinya” atau dikenal dalam istilah Sunda yaitu “kudu wawanohan jeung awak.”
"Jadi tidak sebatas menjelaskan tentang hal-hal unsur jasmaniah tubuh, tapi juga menjelaskan tentang aspek “kejiwaan dan spiritual” yang melingkupi keberadaan jasmani manusianya," jelas Ira.
Baca juga: Mega Perintahkan Umar Ahmad Siapkan Saksi dan Mesin Partai
Sementara isi terkait ethnowellnes dari naskah Sunda Kuna Carita Raden Jaya Keling (Kropak 407), berkaitan dengan hal-hal pengetahuan kesehatan dan kepercayaan terkait unsur kehidupan kaum perempuan.
Naskah itu menjelaskan tentang petunjuk bagaimana peran menjadi perempuan yang berbakti dalam keluarga serta berbagai pengetahuan yang harus diketahui kaum perempuan dalam kebiasan kehidupan sehari-hari (masa lalu).
Juga menceritakan tentang para dewi (apsari dalam bahasa Sunda) yang dipercaya turun ke bumi dan “menyukma” atau berdiam dalam berbagai wujud bentuk kebudayaan
"Bentuknya baik itu dalam perkakas alat tenun, berbagai hal yang merupakan bidang dan bentuk kegiatan kaum perempuan dan dalam berbagai organ seluruh jasmani atau tubuh kaum perempuan," tambahnya.
Sedangkan isi terkait ethnowellnes dari naskah Sunda Kuna Pitutur Ning Jalma ditujukan sebagai naskah pengetahuan edukatif untuk diketahui semua orang yang hidup menjalankan darma atau kebaikan bagi siapa pun.
Naskah ini juga menjelaskan pengetahuan leluhur bahwa setiap organ tubuh manusia “ditempati” oleh para “lelembutan” atau makhluk halus yang disebut Sanghyang atau “dewa”.
"Ada sekitar 30 Sanghyang yang menempati setiap sub organ dalam tubuh manusia," imbuh Ira.
Adanya pengetahuan ini, lanjutnya, agar manusia selalu berbuat hati-hati. Harus sesuai peran Sanghyang yang menempati dalam setiap unsur jasmani agar selalu selaras dengan ajaran kebaikan atau darma.
Di sisi lain, isi terkait ethnowellnes dari Naskah Kuna Sanghyang Sasana Maha Guru naskah berisi pedoman hidup darma kebaikan “urang Sunda” (masa lalu) yang berkaitan dengan kemunculan segala macam peyakit yang dialami manusia.
Bagian 7 dari naskah tersebut membahas tentang Dasanaraka atau sepuluh siksaan penyakit yang mengacu pada sepuluh indra dalam tubuh jika kesepuluh indra tersebut tidak digunakan atau dirawat dengan baik atau untuk hal-hal kebaikan (darma).
Kesepuluh indera dimaksud yaitu telinga, mata, hidung, lidah, mulut, kulit,tangan, anus, alat kelamin, dan kaki.
Menurut Ira, ada sekitar 40 macam penyakit yang biasa dialami kesepuluh alat indera dalam tubuh tersebut, seperti; biduran, conge’, burut, kotokeun dan sebagainya.
Bagian 14 dari naskah tersebut disebut Caturpasanta berisi istilah-istilah kesehatan.
"Bukan penyakit, tapi keadaan kondisi inderawi yang kurang baik yang biasa dialami manusia, seperti buta, biduran atau kaligata, rieut atau pusing dan sebagainya,"tandasnya.