bjb Kredit Kepemilikan Rumah
Helo Indonesia

Pragmatisme dalam Politik

Anang Fadhilah - Opini
Sabtu, 20 April 2024 15:50
    Bagikan  
Pribakti B
Pribakti B

Pribakti B - Pribakti B

oleh: Pribakti B *)

Pragmatisme pada dasarnya berlawanan dengan konsep idealisme. Kalau idealisme dilandasi oleh nilai - nilai moral dan etika, maka pragmatisme beranjak kepada realitas sosial yang ada, kepentingan dan kondisi yang dialami oleh masyarakat. Oleh karena itu, pragmatisme dapat menimbulkan “politik saudagar” yang memberlakukan hukum pasar dalam politik.

 

Pada era pragmatisme politik ini, suply dan demand menjadi motto dalam setiap helatan politik. Terjadinya hukum pasar atau politik saudagar ini memberikan peluang besar pada kaum kapitalis untuk menjadi pemenang dalam kompetisi politik. Dengan modal yang dimiliki, kaum kapitalis bisa membeli posisi strategis dalam partai bahkan mungkin “membeli partai”, membeli rekomendasi sampai dengan membeli suara dalam pemilu .

          

Politik pragmatis lazimnya menjadikan politik sebagai sarana untuk mencapai keuntungan dan kepentingan pribadi. Pemimpin yang dihasilkan melalui politik pragmatis akan menghasilkan pemimpin yang liberal. Tak heran kadang kita mendengar orang memplesetkan lirik lagu Maju Tak  Gentar dari “membela yang benar” menjadi “membela yang bayar”.

 

Ada sinisme dalam plesetan ini bagi budaya politik kita. Bukan rahasia lagi bahwa uang merupakan modal yang amat penting dalam percaturan kekuasaan di negeri ini. Jangankan untuk menduduki jabatan politik di pemerintahan, untuk posisi ketua ormas saja termasuk ormas keagamaan, membeli suara dengan uang sepertinya sudah biasa.

 

Kita seolah terjerumus ke lembah pragmatisme yang amat parah. Kita punya banyak konsep ideal tentang syarat-syarat menjadi seorang pemimpin, baik yang dikemukakan oleh para pemikir sekuler ataupun agama. Tetapi ketika tiba saatnya untuk memilih, seolah konsep-konsep ideal itu menguap begitu saja ditarik oleh panasnya uang. Apakah kita gagal atau hanya belum berhasil menjembatani antar idealisme dan realisme politik?

 

Kalau dicermati lebih dalam, mungkin kita tak perlu pesimis. Memang benar bahwa banyak rakyat menerima segala macam suap selama menjelang pemilu, Tetapi dalam kenyataannya , tidak semua penyuap itu berhasil mendapatkan kursi kekuasaan. Uang memang punya daya tarik yang kuat, tetapi dalam pemilu yang demokratis, ia pada dasarnya tidak dapat memaksa , apalagi dengan kekerasan.

 

Di sisi lain, ada suatu kritik tak langsung dibalik budaya politik yang pragmatis tersebut. Masyarakat sekarang semakin sadar bahwa janji-janji para politisi sering kali hanya hiasan bibir belaka. Daripada mengharapkan realisasi janji-janji itu usai pemilu, lebih baik menagihnya sekarang. Kalau sudah duduk , biasanya rakyat segera dilupakan.

 

Dengan demikian, budaya politik pragmatis merupakan tantangan bagi para politisi. Sejauh mana bangsa ini akan berhasil menjembatani antara idealisme dan realisme politik akan sangat tergantung kepada sikap para politisi selama mereka berada dalam kekuasaan kelak. Politik adalah seni kemungkinan dalam percaturan kekuasaan, Tetapi nilai-nilai ideal seperti keadilan dan kemanusiaan harus tetap menjadi acuan para politisi.

 

Demokrasi memang bukan sistem politik yang sempurna, tetapi ia dianggap sebagai sistem yang keburukannya kurang. Banyak permainan yang bisa terjadi dalam demokrasi demi mendapatkan kekuasaan, terutama oleh kaum elite pemilik modal. Tetapi melalui partisipasi politik, rakyat tetap menentukan secara signifikan siapa yang akan naik ke tampuk kekuasaan.

 

Pada akhirnya, rakyat akan dapat menilai mana penguasa yang mendatangkan kebaikan bagi mereka dan mana yang tidak. Mungkin untuk saat ini, mereka yang suka membayar adalah orang-orang yang dianggap membawa kebaikan, meskipun hanya sesaat. Tetapi jika dalam jangka panjang para politisi tidak mampu terus menjaga hubungan baik dengan rakyat, mereka juga akan ditinggalkan.

 

Mungkin jembatan antara idealisme dan realisme politik masih belum tercipta dengan baik dalam budaya kita. Namun langkah kearah itu sebenarnya sudah terbuka. Semuanya kembali kepada diri kita sendiri, apakah kita akan jalan di tempat saja ataukah terus maju? Bagi rakyat kebanyakan, mungkin mereka mulai berpikir untuk membela yang benar dan bayar, ketimbang yang bayar tetapi tidak benar.

 

*) dokter di RSUD Ulin Kota Banjarmasin